Sajak ini sepertinya memahami senja saat aku
duduk di singgasanaku, hanya duduk & lalu aku berceritera melawan poros
bumi yang saat itu basah kerna hilang akan terik-Nya.
& berlalu ketika,
Nyanyian tembakau (mulai) mengawang & larut
dalam aromanya “si hitam (nan) pekat”
Aku bernyanyi lagu senja saat senja mulai
kehiangan merahnya, & bersama para pejuang kala itu aku takdirkan hidupku
diatas takdir mereka. Mereka yang tua, renta & usang tapi berbalut dengan
arogannya keramahan.
Kelihatannya senja itu aku berduka, berduka
kerna (hanya) terpaku pada busuknya bau tembakau yang dibakar diatas
huruf-huruf mati & mulai gusar akan maknanya.
& Diantara “bingkai angka mati” mulai terlihat gumpalan asap yang keluar dari
paru-paruku, semakin lama semakin berasap & semakin tebal.
(Te)tapi
itu hanya beberapa (potongan) ceriteraku, bahwa masih panjang perjalanan yang
akan kutuangkan dalam hitamnya ribuan lintingan biji kopi seperti yang telah
kutuliskan dijidatmu & aku masih akan terus menikmati aroma-Mu sebelum aku
KAU jemput.
*hijau(pun) terlihat kerna biru-Nya memudar.
Harmonisasi
kakak
No comments:
Post a Comment